930 x 180 AD PLACEMENT

2 Ahli Gizi untuk 1 SPPG: Rekomendasi PERSAGI Demi Kualitas Program Makan Bergizi Gratis

750 x 100 AD PLACEMENT

Urgensi Penambahan Ahli Gizi dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Menjaga Kualitas, Menjamin Masa Depan

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Tantangan Sumber Daya Gizi

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan langkah strategis pemerintah dalam menanggulangi permasalahan gizi di Indonesia. Dengan target penerima manfaat seperti balita, anak-anak sekolah (SD–SMP), serta ibu hamil dan menyusui, program ini diharapkan menjadi intervensi signifikan dalam menurunkan angka stunting, gizi buruk, dan masalah kesehatan lainnya yang berakar pada ketidakseimbangan asupan makanan.

Namun demikian, kualitas dan keberlangsungan program MBG tidak bisa dilepaskan dari peran sentral ahli gizi di lapangan. Berdasarkan pernyataan Dr. Marudut Sitompul, Ketua DPP Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Bidang Ilmiah, idealnya dibutuhkan dua ahli gizi untuk setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) agar kualitas menu MBG terjaga dengan baik.

Realita Lapangan: Beban Berat di Pundak Satu Ahli Gizi

Dalam kegiatan Temu Ilmiah Nasional PERSAGI 2025 yang mengusung tema “Kemandirian Ahli Gizi Mengawal Program Makan Bergizi Gratis Berkesinambungan”, Dr. Marudut menyampaikan bahwa seorang ahli gizi saat ini harus menangani 3.000–5.000 porsi makanan setiap hari.

Volume kerja sebesar ini tentu sangat berat dan berpotensi mengancam keamanan pangan maupun ketepatan gizi yang seharusnya menjadi prinsip utama dalam pelaksanaan MBG. Oleh karena itu, rekomendasi PERSAGI agar setiap SPPG diperkuat dengan dua tenaga ahli gizi patut mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pemangku kebijakan.

750 x 100 AD PLACEMENT

Peran Strategis Ahli Gizi dalam Program MBG

Banyak yang belum memahami bahwa pekerjaan ahli gizi bukan hanya soal menghitung kalori atau menimbang bahan makanan. Dalam konteks MBG, ahli gizi memiliki peran strategis sebagai:

  • Perancang menu berbasis kebutuhan gizi tiap kelompok usia dan kondisi fisiologis (balita, anak usia sekolah, ibu hamil).
  • Penjamin keamanan pangan, mulai dari pemilihan bahan, proses pengolahan, hingga penyajian.
  • Pendamping edukatif yang dapat memberikan literasi kepada masyarakat terkait pentingnya asupan makanan seimbang.

Tanpa keterlibatan yang cukup dari ahli gizi, program MBG bisa saja menjadi sekadar kegiatan distribusi makanan massal tanpa nilai nutrisi yang optimal.

Komitmen PERSAGI terhadap Standar Kualitas

Ketua Umum PERSAGI, Ir. Doddy Izwardy, menegaskan bahwa organisasinya terus berkomitmen mendukung program MBG, salah satunya melalui penetapan standar kompetensi bagi anggota PERSAGI yang terlibat langsung di lapangan. Hingga Juli 2025, tercatat sudah ada 53.314 anggota PERSAGI di seluruh Indonesia, yang sebagian besar tersebar di wilayah-wilayah prioritas MBG seperti Jawa Barat.

Tidak hanya itu, hasil dari Temu Ilmiah ini juga akan disusun menjadi policy brief untuk memperkuat sinergi antara akademisi, praktisi gizi, dan pemerintah. Ini adalah bentuk nyata kemandirian organisasi profesi dalam mendukung keberlanjutan kebijakan publik berbasis ilmu.

750 x 100 AD PLACEMENT

Distribusi SPPG dan Capaian Program MBG

Menurut data per 1 Juli 2025, program MBG telah melayani sekitar 5,6 juta penerima manfaat melalui 1.863 SPPG yang tersebar di berbagai provinsi. Meski jumlah ini terbilang signifikan, distribusi masih belum merata, dan belum semua daerah memiliki rasio ahli gizi yang ideal.

Kondisi ini menuntut perhatian lebih dalam manajemen sumber daya manusia, terutama untuk meningkatkan jumlah ahli gizi di unit-unit pelayanan. Tanpa upaya ini, ketimpangan kualitas layanan MBG akan sulit dihindari.

Analisis Kebutuhan: Mengapa Dua Ahli Gizi per SPPG adalah Keniscayaan

Jika dihitung secara sederhana, 1.863 SPPG dengan beban kerja 3.000 porsi makanan per hari berarti ada sekitar 5,6 juta porsi makanan yang harus disiapkan dan diawasi setiap hari. Dengan satu ahli gizi per SPPG, artinya setiap orang bertanggung jawab atas ribuan porsi makanan – sebuah beban kerja yang jauh dari ideal dan berpotensi menyebabkan burnout, serta penurunan akurasi manajemen gizi.

Dengan menempatkan dua ahli gizi per SPPG, maka:

750 x 100 AD PLACEMENT
  • Beban kerja menjadi lebih realistis dan terdistribusi.
  • Kontrol kualitas gizi dan keamanan pangan lebih optimal.
  • Potensi inovasi menu dan edukasi masyarakat bisa dimaksimalkan.

Rekomendasi ini juga sejalan dengan prinsip evidence-based policy, di mana kebijakan publik harus dibangun atas dasar data, kapasitas tenaga kerja, dan prinsip keberlanjutan.

Rekomendasi untuk Pemerintah dan Mitra Terkait

  1. Rekrutmen dan distribusi tenaga gizi secara proporsional, terutama di wilayah yang memiliki beban MBG tinggi.
  2. Penguatan kapasitas SPPG dengan pelatihan lanjutan berbasis standar kompetensi PERSAGI.
  3. Penganggaran yang adil untuk memastikan gaji, fasilitas, dan kelayakan kerja bagi para ahli gizi.
  4. Evaluasi berkala terhadap implementasi MBG dari aspek gizi, logistik, dan respon masyarakat.

Pentingnya Pendekatan Intersektoral dalam Program MBG

Implementasi Program Makan Bergizi Gratis tidak hanya bisa diserahkan pada sektor kesehatan saja. Diperlukan pendekatan intersektoral yang melibatkan sektor pendidikan, sosial, pertanian, bahkan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) dalam penyediaan bahan pangan lokal.

Misalnya, sekolah sebagai tempat distribusi MBG perlu diberi pelatihan dasar tentang keamanan pangan dan sanitasi, sehingga proses penyajian bisa sesuai standar. Di sisi lain, sektor pertanian lokal bisa diberdayakan untuk menyuplai bahan pangan bergizi, segar, dan berkelanjutan. Dengan begitu, MBG tidak hanya memberi makan, tetapi juga menggerakkan ekonomi lokal.

Kolaborasi seperti ini harus dibangun dari awal dengan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, dengan tetap menjadikan ahli gizi sebagai ujung tombak dalam penentuan standar mutu gizi.

Program Makan Bergizi Gratis bukan sekadar inisiatif pembagian makanan. Ia adalah investasi jangka panjang bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dengan memastikan kehadiran ahli gizi dalam jumlah yang memadai, maka kualitas layanan akan terjamin, dan potensi keberhasilan program pun meningkat.

Sebagai mahasiswa, tenaga kesehatan, maupun bagian dari masyarakat sipil, kita perlu terus mendorong agar kebijakan yang menyangkut gizi publik ini tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga bermartabat dan berbasis ilmu.

750 x 100 AD PLACEMENT

Mahasiswa Unversitas Ahmad Dahlan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kayanya kamu suka
930 x 180 AD PLACEMENT